Tulisan ini saya persembahkan untuk kedua orang tua
saya, adik biologis saya satu-satunya, sahabat-sahabat saya tercinta di tanah
rantau (Yogyakarta), serta orang-orang yang telah dan selalu mendo’akan
kebaikan bagi saya.
Alhamdulillaah berkat rahmat dan karunia-Nya serta
ridho dari orang tua, Mayang bisa menyelesaikan pendidikan di bangku kuliah
sebagai sarjana akuntansi dari UII.
Mungkin,
bagi kebanyakan orang dapat dengan cepat dan mudah untuk menyelesaikan program
sarjana. Yaps, jalan hidup orang memang berbeda-beda. Apapun dan bagaimanapun
itu, percayalah Allah selalu memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya. Selalu
bersyukur atas skenario-Nya, dapat menjadikan segudang energy positif untuk
terus berusaha memperbaiki kualitas diri dalam menggapai mimpi.
Berbicara
mengenai mimpi, dari kecil saya bermimpi untuk menjadi seorang dokter. Tapi,
Alhamdulillaah itu tidak terwujud. Hehe. Yaps. Allah maha tahu apa yang terbaik
buat hamba-Nya. Sedangkan saya, terlambat tahu bahwa saya takut dengan darah.
Kalau saya memaksakan diri untuk menjadi dokter, mungkin bisa saja. Tetapi,
pastilah saya menyiksa diri saya sendiri. Maka dari itu, teruntuk Almarhummah
nenek (Latifah). Mayang minta maaf ga bisa jadi dokter (dr) buat keluarga. Tetapi,
Mayang masih punya kesempatan untuk menjadi doktor (DR). Ya khaaan mbah? Hehe…
Kalau
memngingat perjuangan mencari perguruan tinggi dulu, memang penuh lika liku.
Selama masa SMA sudah mempersiapkan amunisi ini itu. Setiap hari, sudah harus
siap untuk berangkat sekolah pukul 6.15, pulang sekolah pukul 14.00, lanjut
pemantapan sampai sore, ba’da maghrib sampai pukul 21.00 bimbel buat nembus
SNMPTN, sampai rumah lagi pukul 22.00. Oke sambil dibawa santai saja waktu itu
selalu semangat untuk belajar bersama teman-teman seperjuangan. Jika kita
senang menjalaninya, semua terasa nikmat.
Setelah
lulus SMA, saya dan tiga teman saya (cewe semua) memutuskan untuk ke Jakarta
selama satu bulan. Kami bimbel lagi, khusus buat nembus STAN. Hari pertama di Bintaro, nangis-nangis.
Karena, sedih jauh dari orang tua dan merasakan atmosfir kehidupan yang jauh
berbeda daripada nyamannya hidup di rumah sendiri. Tapi, Alhamdulillaah selalu
ketemu orang baik selama disana dan beberapa diantaranya masih bersilaturahim
dengan baik sampai sekarang.
Selain
bimbel, disana juga saya sempat melaksanakan test SNMPTN memperjuangkan UI dan
Undip dengan pilihan studi FKM. Dan…. Hasilnya ngga lulus. Saya melihat
pengumuman itu di rumah saat sudah kembali ke pangkuan orang tua, sudah balik
ke Batam. Ingat banget waktu itu habis nge-mall bareng keluarga. Abis
seneng-seneng, nyampe rumah buka laptop eehh nangis. Lalu, orang tua mencoba
menghibur dengan menanyakan saya, bagaimana kalau diterima saja undangan
kedokteran dari salah satu universitas di kota kami tinggal itu atau mau terima
tawaran buat jadi pramugari? Eeeewwww… Haha.
Akhirnya,
saya menjalankan plan C. Saya memutuskan untuk ke Yogjakarta untuk mencari
universitas swasta sambil menunggu pengumuman USM STAN keluar. Lulus USM STAN adalah
harapan terbesar saya kala itu. Prioritas utama dibanding lulus SNMPTN.
Saya
bingung sampai di jogja, universitas swasta apa yang akan saya pilih. UII? Saya
nggak tahu apa-apa soal UII. Saya tahunya itu adalah kampus si Mas sepupu jauh
saya dan calon kampus sahabat saya. Memang ada beberapa kakak kelas saya juga
disana. Tapi saya tak pernah mecari tahu lebih dalam sebelumnya tentang UII.
Akhirnya, saya mencoba-coba test di UII, dan itu hari terakhir test karena 2
hari setelah itu MABA akan di OSPEK. Panjang lagi ceritanya, intinya saya lulus
CBT S1 jurusan Ekonomi Islam. Akuntansinya? Penuh sudah. Lalu, saya dapat
brosur D3 Akuntansinya, 2 tahun saja dan bisa lanjut S1 juga. Jadi, saya fikir
sama saja. Ambil itu saja.
Disini,
ada kekecewaan dan rasanya campur-campur juga. Sahabat-sahabat saya
marah-marah. Kami yakin, kamu itu bisa
lebih bla bla bla bla, kamu itu dari bla bla bla bla, terus kenapa cuma bla bla
bla. Kan sayang, kalo bla bla bla. Hmmmm, memang hidup itu harus berani
untuk memilih dan bertanggung jawab atas apa yang telah kita pilih.
Waktu
itu, saya masih merasa yakin bahwa saya tidak akan lama kuliah di D3 FE UII dan
segera pindah kampus ke STAN. Nyatanya, tidak. Hari itu saya kecewa besar.
Perjuangan sudah maksimal, do’a sudah, restu orang tua sudah, semuanya sudah
oke menurut saya. Tapi, Allah lebih tahu apa yang sebenarnya saya butuhkan. :)
UII
banyak mengajarkan saya, menguatkan rasa cinta saya kepada-Nya, memberi ruang
untuk saya bertemu pada mereka yang luar biasa. Kalau saya tidak melalui masa
D3 di Jakal dulu dan langsung mengambil S1 akuntansi di Concat, saya ga akan
ketemu sama keluarga AMADEA. Ga akan ada buku pertama saya, haha. Ini masa lalu
ya. Sudah, buku jangan dibahas lagi. Dan jangan ada yang tanya saya lagi
masalah royalty. Saya ngga sekomersil itu, dulu saya tulis itu dari hati. Tapi,
duluuuulahh sekarang mah mikir yang lain. Secara orangnya udah nikah. Haha, selamat
ya bang !
Ok
fokus, perjuangan Mayang untuk bisa lanjut dari D3 ke S1 ngga serta merta mulus
gitu aja. Walaupun, saya berhasil lulus dalam 1 tahun 9 bulan, itu butuh
pengorbanan. Setahun sekali baru balik Batam, coy. Banyak hal juga yang harus
diperbuat untuk semakin memajukan D3 kala itu.
Setelah
wisuda D3 baru boleh transfer atau ekstensi ke S1. Alhamdulillaah Allah
memberikan jalan untuk ini bisa terwujud. Ada cobaan lagi, yaitu saya masuk RS
ketika sedang Pra UAS smester pertama di S1 atau setara dengan semester 4 kalau
di hitung dari awal masuk UII. Sakit apa? Thypus. Biasa penyakit mahasiswa katanya,
kecapekan, musim hujan, PP Jakal-Concat waktu itu masih kos di Jakal. Strong
kan saya? Haha.
Banyak
teman juga yang waktu itu sakit sama seperti saya. Tapi, mereka cepat
sembuhnya. Saya lama, masa pemulihannya sampai setahun. Dua kali masuk RS dalam
setahun, dan itu selalu pas lagi ujian. Saya sempat disuruh berhenti kuliah
saat itu, sama orang tua saya. Mereka sayang sama saya, bukan mengajarkan saya
malas belajar. Mereka cuma takut kehilangan saya. Mayang memang suka lupa diri
kalo udah asyik belajar atau fokus ngerjain sesuatu, dulu saya malas makan
nasi. Saya sadar kenapa saya diberi sakit sama Allah. Itu adalah akumulasi dari
mendzholimi diri sendiri, ngetik sampai subuh, tidur ga teratur, makan juga
tidak teratur.
Sejak
saya kecil sampai sebelum saya jatuh sakit, biasanya saya tidak pernah demam
lebih dari 1 hari atau maksimal 2 hari. Kalau demam, minum obat dan vitamin
serta istirahat, biasanya langsung sembuh. Tetapi, kali itu, berbeda. Demamnya
kayak ngga demam. Pagi sampai siang sehat, sore sampai malam lemes ngga bisa
ngapa-ngapain. Sampai ada suatu hari dimana bener-bener ga bisa ngapa-ngapain.
Sujud aja rasanya lutut ini ga kuat. Mikir dikit aja, pusing. Padahal waktu itu
banyak tugas besar yang harus diselesaikan, biasa kan mau UAS banyak deadline
tugas. Bener-bener rasanya kayak ngga berguna lagi waktu itu. Ga bisa aktif
reportase lagi, jalan-jalan, berkarya lagi.
Pernah
juga, pada suatu subuh saya telfon orang tua saya. Waktu itu nafas aja ngga
bisa pake hidung. Kirain waktu saya sebentar lagi, makanya langsung cari tiket
dan pagi itu juga saya berangkat ke Batam. Alhamdulillaahnya, masih diberi
kekuatan dan bisa sendirian nyampe airport di Batam. Memang, itu sejenis flu
beratlah ditambah masih dalam kondisi masa pemulihan thypus tadi. Ketika sampai
disana memang masih tersumbat si hidungnya, tapi ya udah bisa nafas lebih baik.
Malamnya malah saya diajak ke pengajian sama orang tua. Saya heran, saya itu
pulang niatnya langsung minta dibawa ke rumah sakit dan dirawat disana. Lah
tiba-tiba nyampe Batam malah diajak ngaji. Bayangin ga? Saya sempet ngambek
waktu itu. Hahaha. Lah, anaknya sakit bukannya dibawa ke dokter dulu. Malah
suruh dzikir. Waktu itu kan saya masih selalu pakai logika pada umumnya.
Ternyata,
subhanallah walhamdulillah walaa ila ha illallahu wallahu akbaru. Luar biasa.
Saya yang biasanya kalau malam lemes, malam itu jadi sehat. Jadi, inilah yang
dinamakan kekuatan do’a. Memang sudah sepantasnya manusia sadar, tubuh ini
milik Allah. Jasad dan roh ini yang ngasih siapa? Mintalah kepada Dia langsung
sang pemiliknya. Mudah bagi Allah untuk menyembuhkan apapun. Percayalah
sepenuhnya pada Dia.
Keesokan harinya, saya cek ke dokter, kata
dokter ngga kenapa-napa. Dikasih obat flu aja sama vitamin. Sama dikasih
resep-resep rahasia lainnya. Wejanganlah buat kesehatan secara psikologis juga.
Karena ada hal terkait diagnosa sebelum-sebelumnya dari dokter yg berbeda yg
bikin saya down. Tapi itu, ternyata tidak terbukti setelah sempat juga saya cek
di sebuah RS di Malaysia.
Jadi,
kepulangan ke Batam kali itu bisa jadi karena saya kangen berat sama orang tua.
Hahaha buktinya sampai sana sembuh. Setelah itu saya pulang ke Jogja lagi untuk
UAS dan balik ke Batam lagi untuk liburan. Saya dikasih dua pilihan, kuliahnya
cuti dulu atau pindah ke Batam aja kuliahnya.
“Lah kan kakak udah sembuh Pa, Ma.” Panjang cerita, sampai akhirnya saya
tetap keras kepala mau kuliah sampai selesai dan janji bakal jaga kesehatan.
Akhirnya saya diperbolehkan balik ke Jogja lagi buat nyeleseiin kuliah.
Penyakit
ini memang biasa, tapi bisa jadi luar biasa kemana-mana kalau tidak dirawat
agar sembuh total. Nah, yang bikin lama masa pemulihannya itu karena pikiran
Mayang ini. Saya kalau memikirkan sesuatu pasti panjang kali lebar ga ada
ujungnya. haha.
Sejak
saat itu saya merubah cara berfikir jadi lebih santai dan berusaha ga keras
kepala lagi. Kalau menginginkan sesuatu, udah ga terlalu ngotot sekarang. Dulu
kan kalo pengen A ya A. Saya akan bekerja sekeras mungkin untuk bisa mewujudkan
A dengan plan ABCD-Z. Sekarang, lebih realistis, sadar kapasitas dan jangan
lupa untuk menyayangi diri sendiri juga. Lakukan yang sesuai passion. Ngga
semua mua harus dituruti. Intinya, percaya bahwa Allah tahu yang terbaik buat
kita. Apa yang menurut kita baik, belum tentu itu yang terbaik menurut Allah
sesuai Q.S. Al-Baqarah 216. Sadar akan apa yang digariskan Allah ketika memberi
saya kehidupan di dunia ini. Kita semua akan kembali pada-Nya. Jangan hanya
sibuk mengejar ilmu dunia atau kekayaan, jangan lupa akhirat itu beneran ada
loh. Bekalnya udah disiapin belum buat kesana, May? Memang udah cukup? Minta
ketemu Allah kan kemarin-kemarin, tapi belum dipanggil kan? Kalo dipanggil udah
siap belum?
Banyak
hikmahnya pasca Mayang sakit. Semacem, semakin beruntung gitu. Alhamdulillaah,
sekarang sehat terus. Apalagi sejak habis KKN di daerah Bruno, dekat dengan
Wonosobo, tapi masih Purworejo laa. KKN bikin tangguh memang.
Subhanallaah,
ini cara Allah mengajarkan saya. Menjawab setiap pertanyaan yang selalu
terlantun dalam do’a, mempertemukan pada setiap jiwa yang membawa pelajaran
berharga, belajar dari setiap kejadian apa
saja yang telah dilakukan selama menjadi mahasiswa dan berproses menuju
penemuan jati diri yang sesungguhnya. Suka terharu dengan skenario yang
telah Allah rangkai sedemikian rupa.
Yaudah
ya, segitu dulu ceritanya. Panjang sih kalo mau diceritain lengkapnya ini aja
udah 6 lembar A4. Hehehe. Selamat berjuang bagi yang masih memperjuangkan
sarjana! Sudah saya jawab ya, kenapa Mayang bisa terbilang cepat lulusnya. Liat
aja prosesnya, tak semudah yang kalian kira. Tapi, Allah selalu menguatkan dan
memberi jalan untuk saya bisa berhasil lulus. Alhamdulillaahi Rabbil ‘alamiin :)
Salam Mayamoy ^^