Monday, 28 December 2015

Arti Amoy yang Sesungguhnya

Holla para pembaca sekalian, 
Saya ingin meluruskan makna sebuah kata "Amoy" yang juga sempat menjadi my blog title.
Kenapa Catatan Si Amoy?
Apa definisi Amoy yang sebenarnya?

Amoy adalah sebutan bagi anak gadis keturunan China yang belum menikah. 
Sama halnya seperti orang Batak memanggil anaknya dengan sebutan "butet",
begitu pula orang Sunda yang memanggil sebutan "neng".

Jadi, sesungguhnya Amoy tidak bermakna negatif. 
Kata ini berasal dari dialek "Khek" atau "Thio Chiu" yang tulisan sebenarnya adalah amoi namun banyak juga yang mengganti dengan huruf y dibelakangnya. Asal katanya adalah moi cai. 
Moi = perempuan dan Cai = anak. 

Memang banyak peristiwa di negeri ini yang menyababkan kata amoi mengalami penggeseran makna. Mereka yang tidak mengerti filosofinya pasti akan salah menafsirkan. 
Jadi, sekarang anda sudah tahu? Jangan salah kira lagi ya!

Lalu, kenapa blog title ini awalnya saya namakan catatan si Amoy? Memang Mayang Amoy?
Ya, Mayang memang keturunan China. Tepatnya ibu saya Chinese, tapi beliau ga bisa bahasa mandarin. Sedih, saya jadi ga bisa belajar Mandarin secara gratis. 

Kenapa juga setiap akhir postingan saya selalu bilang "Salam Mayamoy"?
Itu sebagai ciri khas aja. Dan rencana jangka panjangnya kata Mayamoy akan saya jadikan brand untuk produk saya nantinya. Produk apa? Tunggu aja tanggal launching-nya. 

Oiya, silakan bagi yang ingin tahu makna alamat blog ini, bisa baca lagi tulisan yang ini: 


Salam Mayamoy ^^

Sunday, 20 December 2015

Dibalik “SE”



Tulisan ini saya persembahkan untuk kedua orang tua saya, adik biologis saya satu-satunya, sahabat-sahabat saya tercinta di tanah rantau (Yogyakarta), serta orang-orang yang telah dan selalu mendo’akan kebaikan bagi saya.
Alhamdulillaah berkat rahmat dan karunia-Nya serta ridho dari orang tua, Mayang bisa menyelesaikan pendidikan di bangku kuliah sebagai sarjana akuntansi dari UII.
Mungkin, bagi kebanyakan orang dapat dengan cepat dan mudah untuk menyelesaikan program sarjana. Yaps, jalan hidup orang memang berbeda-beda. Apapun dan bagaimanapun itu, percayalah Allah selalu memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya. Selalu bersyukur atas skenario-Nya, dapat menjadikan segudang energy positif untuk terus berusaha memperbaiki kualitas diri dalam menggapai mimpi.
Berbicara mengenai mimpi, dari kecil saya bermimpi untuk menjadi seorang dokter. Tapi, Alhamdulillaah itu tidak terwujud. Hehe. Yaps. Allah maha tahu apa yang terbaik buat hamba-Nya. Sedangkan saya, terlambat tahu bahwa saya takut dengan darah. Kalau saya memaksakan diri untuk menjadi dokter, mungkin bisa saja. Tetapi, pastilah saya menyiksa diri saya sendiri. Maka dari itu, teruntuk Almarhummah nenek (Latifah). Mayang minta maaf ga bisa jadi dokter (dr) buat keluarga. Tetapi, Mayang masih punya kesempatan untuk menjadi doktor (DR). Ya khaaan mbah? Hehe…
Kalau memngingat perjuangan mencari perguruan tinggi dulu, memang penuh lika liku. Selama masa SMA sudah mempersiapkan amunisi ini itu. Setiap hari, sudah harus siap untuk berangkat sekolah pukul 6.15, pulang sekolah pukul 14.00, lanjut pemantapan sampai sore, ba’da maghrib sampai pukul 21.00 bimbel buat nembus SNMPTN, sampai rumah lagi pukul 22.00. Oke sambil dibawa santai saja waktu itu selalu semangat untuk belajar bersama teman-teman seperjuangan. Jika kita senang menjalaninya, semua terasa nikmat.
Setelah lulus SMA, saya dan tiga teman saya (cewe semua) memutuskan untuk ke Jakarta selama satu bulan. Kami bimbel lagi, khusus buat nembus STAN.  Hari pertama di Bintaro, nangis-nangis. Karena, sedih jauh dari orang tua dan merasakan atmosfir kehidupan yang jauh berbeda daripada nyamannya hidup di rumah sendiri. Tapi, Alhamdulillaah selalu ketemu orang baik selama disana dan beberapa diantaranya masih bersilaturahim dengan baik sampai sekarang.
Selain bimbel, disana juga saya sempat melaksanakan test SNMPTN memperjuangkan UI dan Undip dengan pilihan studi FKM. Dan…. Hasilnya ngga lulus. Saya melihat pengumuman itu di rumah saat sudah kembali ke pangkuan orang tua, sudah balik ke Batam. Ingat banget waktu itu habis nge-mall bareng keluarga. Abis seneng-seneng, nyampe rumah buka laptop eehh nangis. Lalu, orang tua mencoba menghibur dengan menanyakan saya, bagaimana kalau diterima saja undangan kedokteran dari salah satu universitas di kota kami tinggal itu atau mau terima tawaran buat jadi pramugari? Eeeewwww… Haha.
Akhirnya, saya menjalankan plan C. Saya memutuskan untuk ke Yogjakarta untuk mencari universitas swasta sambil menunggu pengumuman USM STAN keluar. Lulus USM STAN adalah harapan terbesar saya kala itu. Prioritas utama dibanding lulus SNMPTN.
Saya bingung sampai di jogja, universitas swasta apa yang akan saya pilih. UII? Saya nggak tahu apa-apa soal UII. Saya tahunya itu adalah kampus si Mas sepupu jauh saya dan calon kampus sahabat saya. Memang ada beberapa kakak kelas saya juga disana. Tapi saya tak pernah mecari tahu lebih dalam sebelumnya tentang UII. Akhirnya, saya mencoba-coba test di UII, dan itu hari terakhir test karena 2 hari setelah itu MABA akan di OSPEK. Panjang lagi ceritanya, intinya saya lulus CBT S1 jurusan Ekonomi Islam. Akuntansinya? Penuh sudah. Lalu, saya dapat brosur D3 Akuntansinya, 2 tahun saja dan bisa lanjut S1 juga. Jadi, saya fikir sama saja. Ambil itu saja.
Disini, ada kekecewaan dan rasanya campur-campur juga. Sahabat-sahabat saya marah-marah. Kami yakin, kamu itu bisa lebih bla bla bla bla, kamu itu dari bla bla bla bla, terus kenapa cuma bla bla bla. Kan sayang, kalo bla bla bla. Hmmmm, memang hidup itu harus berani untuk memilih dan bertanggung jawab atas apa yang telah kita pilih.
Waktu itu, saya masih merasa yakin bahwa saya tidak akan lama kuliah di D3 FE UII dan segera pindah kampus ke STAN. Nyatanya, tidak. Hari itu saya kecewa besar. Perjuangan sudah maksimal, do’a sudah, restu orang tua sudah, semuanya sudah oke menurut saya. Tapi, Allah lebih tahu apa yang sebenarnya saya butuhkan. :)
UII banyak mengajarkan saya, menguatkan rasa cinta saya kepada-Nya, memberi ruang untuk saya bertemu pada mereka yang luar biasa. Kalau saya tidak melalui masa D3 di Jakal dulu dan langsung mengambil S1 akuntansi di Concat, saya ga akan ketemu sama keluarga AMADEA. Ga akan ada buku pertama saya, haha. Ini masa lalu ya. Sudah, buku jangan dibahas lagi. Dan jangan ada yang tanya saya lagi masalah royalty. Saya ngga sekomersil itu, dulu saya tulis itu dari hati. Tapi, duluuuulahh sekarang mah mikir yang lain. Secara orangnya udah nikah. Haha, selamat ya bang !
Ok fokus, perjuangan Mayang untuk bisa lanjut dari D3 ke S1 ngga serta merta mulus gitu aja. Walaupun, saya berhasil lulus dalam 1 tahun 9 bulan, itu butuh pengorbanan. Setahun sekali baru balik Batam, coy. Banyak hal juga yang harus diperbuat untuk semakin memajukan D3 kala itu.
Setelah wisuda D3 baru boleh transfer atau ekstensi ke S1. Alhamdulillaah Allah memberikan jalan untuk ini bisa terwujud. Ada cobaan lagi, yaitu saya masuk RS ketika sedang Pra UAS smester pertama di S1 atau setara dengan semester 4 kalau di hitung dari awal masuk UII. Sakit apa? Thypus. Biasa penyakit mahasiswa katanya, kecapekan, musim hujan, PP Jakal-Concat waktu itu masih kos di Jakal. Strong kan saya? Haha.
Banyak teman juga yang waktu itu sakit sama seperti saya. Tapi, mereka cepat sembuhnya. Saya lama, masa pemulihannya sampai setahun. Dua kali masuk RS dalam setahun, dan itu selalu pas lagi ujian. Saya sempat disuruh berhenti kuliah saat itu, sama orang tua saya. Mereka sayang sama saya, bukan mengajarkan saya malas belajar. Mereka cuma takut kehilangan saya. Mayang memang suka lupa diri kalo udah asyik belajar atau fokus ngerjain sesuatu, dulu saya malas makan nasi. Saya sadar kenapa saya diberi sakit sama Allah. Itu adalah akumulasi dari mendzholimi diri sendiri, ngetik sampai subuh, tidur ga teratur, makan juga tidak teratur. 
Sejak saya kecil sampai sebelum saya jatuh sakit, biasanya saya tidak pernah demam lebih dari 1 hari atau maksimal 2 hari. Kalau demam, minum obat dan vitamin serta istirahat, biasanya langsung sembuh. Tetapi, kali itu, berbeda. Demamnya kayak ngga demam. Pagi sampai siang sehat, sore sampai malam lemes ngga bisa ngapa-ngapain. Sampai ada suatu hari dimana bener-bener ga bisa ngapa-ngapain. Sujud aja rasanya lutut ini ga kuat. Mikir dikit aja, pusing. Padahal waktu itu banyak tugas besar yang harus diselesaikan, biasa kan mau UAS banyak deadline tugas. Bener-bener rasanya kayak ngga berguna lagi waktu itu. Ga bisa aktif reportase lagi, jalan-jalan, berkarya lagi.
Pernah juga, pada suatu subuh saya telfon orang tua saya. Waktu itu nafas aja ngga bisa pake hidung. Kirain waktu saya sebentar lagi, makanya langsung cari tiket dan pagi itu juga saya berangkat ke Batam. Alhamdulillaahnya, masih diberi kekuatan dan bisa sendirian nyampe airport di Batam. Memang, itu sejenis flu beratlah ditambah masih dalam kondisi masa pemulihan thypus tadi. Ketika sampai disana memang masih tersumbat si hidungnya, tapi ya udah bisa nafas lebih baik. Malamnya malah saya diajak ke pengajian sama orang tua. Saya heran, saya itu pulang niatnya langsung minta dibawa ke rumah sakit dan dirawat disana. Lah tiba-tiba nyampe Batam malah diajak ngaji. Bayangin ga? Saya sempet ngambek waktu itu. Hahaha. Lah, anaknya sakit bukannya dibawa ke dokter dulu. Malah suruh dzikir. Waktu itu kan saya masih selalu pakai logika pada umumnya.
Ternyata, subhanallah walhamdulillah walaa ila ha illallahu wallahu akbaru. Luar biasa. Saya yang biasanya kalau malam lemes, malam itu jadi sehat. Jadi, inilah yang dinamakan kekuatan do’a. Memang sudah sepantasnya manusia sadar, tubuh ini milik Allah. Jasad dan roh ini yang ngasih siapa? Mintalah kepada Dia langsung sang pemiliknya. Mudah bagi Allah untuk menyembuhkan apapun. Percayalah sepenuhnya pada Dia.
 Keesokan harinya, saya cek ke dokter, kata dokter ngga kenapa-napa. Dikasih obat flu aja sama vitamin. Sama dikasih resep-resep rahasia lainnya. Wejanganlah buat kesehatan secara psikologis juga. Karena ada hal terkait diagnosa sebelum-sebelumnya dari dokter yg berbeda yg bikin saya down. Tapi itu, ternyata tidak terbukti setelah sempat juga saya cek di sebuah RS di Malaysia.
Jadi, kepulangan ke Batam kali itu bisa jadi karena saya kangen berat sama orang tua. Hahaha buktinya sampai sana sembuh. Setelah itu saya pulang ke Jogja lagi untuk UAS dan balik ke Batam lagi untuk liburan. Saya dikasih dua pilihan, kuliahnya cuti dulu atau pindah ke Batam aja kuliahnya. “Lah kan kakak udah sembuh Pa, Ma.” Panjang cerita, sampai akhirnya saya tetap keras kepala mau kuliah sampai selesai dan janji bakal jaga kesehatan. Akhirnya saya diperbolehkan balik ke Jogja lagi buat nyeleseiin kuliah.
Penyakit ini memang biasa, tapi bisa jadi luar biasa kemana-mana kalau tidak dirawat agar sembuh total. Nah, yang bikin lama masa pemulihannya itu karena pikiran Mayang ini. Saya kalau memikirkan sesuatu pasti panjang kali lebar ga ada ujungnya. haha.
Sejak saat itu saya merubah cara berfikir jadi lebih santai dan berusaha ga keras kepala lagi. Kalau menginginkan sesuatu, udah ga terlalu ngotot sekarang. Dulu kan kalo pengen A ya A. Saya akan bekerja sekeras mungkin untuk bisa mewujudkan A dengan plan ABCD-Z. Sekarang, lebih realistis, sadar kapasitas dan jangan lupa untuk menyayangi diri sendiri juga. Lakukan yang sesuai passion. Ngga semua mua harus dituruti. Intinya, percaya bahwa Allah tahu yang terbaik buat kita. Apa yang menurut kita baik, belum tentu itu yang terbaik menurut Allah sesuai Q.S. Al-Baqarah 216. Sadar akan apa yang digariskan Allah ketika memberi saya kehidupan di dunia ini. Kita semua akan kembali pada-Nya. Jangan hanya sibuk mengejar ilmu dunia atau kekayaan, jangan lupa akhirat itu beneran ada loh. Bekalnya udah disiapin belum buat kesana, May? Memang udah cukup? Minta ketemu Allah kan kemarin-kemarin, tapi belum dipanggil kan? Kalo dipanggil udah siap belum?
Banyak hikmahnya pasca Mayang sakit. Semacem, semakin beruntung gitu. Alhamdulillaah, sekarang sehat terus. Apalagi sejak habis KKN di daerah Bruno, dekat dengan Wonosobo, tapi masih Purworejo laa. KKN bikin tangguh memang.
Subhanallaah, ini cara Allah mengajarkan saya. Menjawab setiap pertanyaan yang selalu terlantun dalam do’a, mempertemukan pada setiap jiwa yang membawa pelajaran berharga, belajar dari setiap kejadian apa saja yang telah dilakukan selama menjadi mahasiswa dan berproses menuju penemuan jati diri yang sesungguhnya. Suka terharu dengan skenario yang telah Allah rangkai sedemikian rupa.  
Yaudah ya, segitu dulu ceritanya. Panjang sih kalo mau diceritain lengkapnya ini aja udah 6 lembar A4. Hehehe. Selamat berjuang bagi yang masih memperjuangkan sarjana! Sudah saya jawab ya, kenapa Mayang bisa terbilang cepat lulusnya. Liat aja prosesnya, tak semudah yang kalian kira. Tapi, Allah selalu menguatkan dan memberi jalan untuk saya bisa berhasil lulus. Alhamdulillaahi Rabbil ‘alamiin :)


 Salam Mayamoy ^^