Thursday, 17 March 2016

Mereka Yang Lilahi Ta’ala


Anda pernah mendengar kalimat ini? “Kau bisa membayar guru untuk mengajarimu, tetapi kau tidak bisa membayar mereka untuk peduli.” (Marva Collins)

Di zaman yang semakin canggih ini, tentulah semakin banyak orang pintar di dunia ini. Lalu, pernahkah anda memperhatikan tentang berapa banyak mereka yang pintar dan peduli pada orang-orang disekitarnya dengan tulus ikhlas? Masih adakah orang seperti itu di dunia ini?

Alhamdulillaah masih dan banyak. Alhamdulillaah juga saya dipertemukan dengan mereka di sebuah komunitas bahasa, namanya Central Language Improvement (CLI) Ulil Albab. 

Lalu, siapakah mereka? Mereka adalah pemuda pemudi bangsa Indonesia yang berkuliah di kampus perjuangan alias kampus tertua di Indonesia bernama Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Dengan kemapuan berbahasa yang dimiliki, mereka sebagai para penggagas komunitas ini menawarkan lingkungan berbahasa yang dapat dijadikan sarana untuk memperlancar dan menguasai bahasa internasional, terutama bahasa Inggris dan bahasa Arab.

Tanpa tanda jasa. Inilah julukan yang tepat untuk menggambarkan mereka yang sesungguhnya. Berbagi ilmu tanpa mengharapkan imbalan. Semua bimbingan ini diberikan kepada siapa saja mahasiswa UII yang ingin bergabung, setiap Jum’at dan Sabtu Malam ba’da Isya di Pelataran Auditorium Kahar Mudzakir. Para penggagas ini selalu mendorong seluruh anggota CLI untuk bisa mewujudkan mimpi para anggota CLI agar berhasil mengharumkan nama bangsa Indonesia di berbagai belahan dunia. Alhamdulillaah, lebih dari setengah jumlah anggota CLI telah mampu mewujudkannya.
Bagi saya, CLI layaknya tempat dimana kami menemukan keluarga seperjuangan yang satu visi,  tempat orang-orang yang positif thinking, memahami arti kebersamaan, belajar tanpa harus malu, bertanya sampai benar-benar terpahami, berbagi, memotivasi dan selalu termotivasi, terinspirasi dan menginspirasi.
         
CLI lahir sebagai wadah untuk berbagi dan bersinergi mewujudkan generasi muslim di Indonesia yang intelek dan tetap tawaddu’. Sungguh saya banyak belajar dari mereka pada masa-masa terakhir saya merantau di kota budaya tersebut. Semoga semakin banyak anak-anak Indonesia yang menorehkan manfaat bagi sesama, bagi bangsa dan agamanya. Rasa nasionalisme seperti inilah yang perlu kita refleksikan dalam kehidupan.
         
Ayo belajar dan mengajar!  Mengajar dengan niat yang lurus, mengajar dengan kata sabar. Belajar tanpa kenal lelah, belajar tanpa kenal usia. Allah selalu memberi pembelajaran pada  setiap proses kehidupan yang kita lalui. Everyone is a teacher, every place is a school.


                                  moment kebersamaan saya dengan beberapa diantara mereka



Salam Mayamoy ^^